Kamis, 17 Januari 2008

Sertifikat Keahlian Barang Jasa dari Bappenas Illegal

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Pelaksanaan Barang/Jasa Pemerintah, maka pelaksana anggaran, yaitu Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat/Panitia Pengadaan wajib memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah. Di sisi lain jumlah pegawai negeri yang memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah tidak banyak dan terbatas. Masalah ini menjadi menarik untuk dikaji apakah sah atau tidak pelaksanaan anggaran yang dilakukan oleh pegawai negeri yang belum memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah?
Harus Bersertifikat
Pengelola anggaran yang terkait pengadaan barang/jasa yang harus memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah menurut Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana perubahan keempat dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 adalah Pejabat Pembuat Komitmet sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (1) huruf d, dan Panitia/Pejabat Pengadaan/Anggota Unil Layanan Pengadaan sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (4) huruf f.
Keharusan memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut diperluas dalam penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf d, yaitu ”Pejabat yang mempunyai sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa: pemimpin proyek, pemimpin bagian proyek, pengguna anggaran daerah, pejabat yang disamakan dan panitia/pejabat pengadaan.” Penguna anggaran yang dimaksud jika merujuk pada Pasal 1 huruf 1b adalah sebagaimana dimaksud UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara, artinya pengguna anggaran adalah kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (untuk daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota).
Pejelasan suatu peraturan perundang-undangan menurut kaedah legal drafting tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menurut ilmu penafsiran hukum (hermeunetik yuridis) pejelasan suatu peraturan perundang-undangan adalah interprestasi otentik, oleh karena itu penjelasan wajib ditaati sebagai suatu bagian dari hukum tertulis.
Dengan demikian pengelola anggaran pengelola anggaran yang harus memilik sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah adalah:
1. Pengguna Anggaran;
2. Pejabat Pembuat Komitmen;
3. Pemimpin proyek;
4. Pemimpin bagian proyek;
5. Panitia/Pejabat Pengadaan.
Akibat dari tidak dipenuhi syarat keharusan memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah bila tetap melaksanakan anggaran yang terkait pengadaan barang/jasa pemerintah, maka dapat dirujuk pada Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006, yaitu:
Pasal II angka 2 ”Dalam hal Pejabat Pembuat Komitmen/Panitia/Pejabat Pengadaan yang belum memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah sampai dengan batas waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud Pasal 52 ayat (1) , maka Panitia/Pejabat Pengadaan tetap dapat melakukan mengadakan barang/jasa pemerintah sampai dengan tanggal 31 Desember 2007, sepanjang telah memiliki bukti keikutsertaan dalam pelatihan pengadaan barang/jasa pemerintah”.
Pasal II angka 3 ”Pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilaksanakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen/Panitia/Pejabat Pengadaan yang belum memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini, dinyatakan tetap sah, sepanjang pada saat pengadaan barang/jasa pemerintah dimaksud dilaksanakan, yang bersangkutan telah memiliki bukti keikutsertaan dalam pelatihan pengadaan barang/jasa pemerintah”.
Artinya pengadaan sebelum 20 Maret 2006 dimana Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 diundangkan, maka pengadaan barang/jasa pemerintah sah. Melalui masa transisi sampai dengan 31 Desember 2007 juga sah dengan syarat Pejabat Pembuat Komitmen/Panitia/Pejabat Pengadaan memilik bukti keikutsertaan dalam pelatihan pengadaan barang/jasa pemerintah. Secara implisit, maka pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh pejabat yang tidak memenuhi syarat memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah setelah 31 Desember 2007 adalah tidak sah. Namun hal masih juga menyisakan masalah keabsaan sertifikasi itu sendiri.
Keabsaan Sertifikat
Sebelum membahas keabsaan sertifikasi sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah, maka perlu landasan yuridisnya, yaitu:
1. Pasal 1 angka 15 Kepres Nomor 80 Tahun 2003
”Sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah adalah tanda bukti pengakuan atas kompetensi dan kemampuan profesi di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah yang diperoleh melalui ujian sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa nasional dan untuk memenuhi persyaratan seseorang menjadi Pejabat Pembuat Komitmen atau panitia/pejabat pengadaan atau anggota Unit Layanan Pengadaan (Procurement Unit)”.
2. Pasal II angka 1 Perpres Nomor 8 Tahun 2006
”Sebelum pelakasanaan sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa dapat dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ketenagakerjaan, maka pelaksanaan sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa dikoordinasikan oleh Menteri Negara Perencana Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas”.
3. Pasal II angka 4 Perpres Nomor 8 Tahun 2006
”Sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa yang telah diterbitkan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini, dinyatakan berlaku sebagai sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005”.
Memperhatikan ketentuan tentang sertifikasi tersebut dapat dianalisi,
a. bahwa sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa diperoleh melaui ujian sertifikasi;
b. bahwa selama ini sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa belum dilaksankana sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
c. bahwa dalam rangka mereduksi amanat Undang-Undang, maka Menteri Negara Perencana Pembanguan Nasional/Ketua Bappenas mengkoordinasikan pelaksanaan sertifikasi pengadaan barang/jasa.
d. Bahwa sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa yang telah diterbitkan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas sebelum berlakunya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tanggal 20 Maret 2008 dinyatakan berlaku. Dengan interprestasi akontrario, mama sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa yang diterbitkan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas setelah berlakunya Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2006 tanggal 20 Maret 2008 dinyatakan tidak berlaku. Hal ini wajar karena setelah tanggal 20 Maret 2008 Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas hanya berwenang menkoordinasikan sertifikasi keahlian pengadaan barang/jasa yang tidak sesuai (melanggar dan tidak taat) dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Tidak ada ketentuan siapa yang dapat melaksanakan ujian sertifikasi, dan sertifikasi yang dilaksanakan oleh Bappenas jelas tidak berdasarkan aturan hukum dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dimana Pasal II angka 1 Perpres Nomor 6 Tahun 2006 tidak memberikan amanat kepada Bapenas untuk melaksanakan ujian sertifikasi tetapi hanya memberikan amanat kepada Menteri Negara Perencana Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas untuk mengkoordinakasikan. Maka patut dipertanyakan adalah pelaksanaan amanat untuk mengkoordinasikan tetapi dalam praktek melaksanakan ujian sertifikasi, oleh karena Bappenas tidak memiliki wewenang secara yuridis untuk melakukan ujian sertifikasi, maka sertifikat yang dikeluarkan jelas secara yuridis tidak sah karena dikeluarkan oleh lembaga yang tidak memiliki kewenangan secara sah.
Pelaksanaan ujian sertifikasi secara implisi diakui dan dinyataan dalam Pasal II angka 1 Perpres Nomor 6 Tahun 2006 selama ini tidak menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini tidak saja patu dipertanyakan tetapi patut disesalkan pengakuan atas suatu ketidaktaatan terhadap Undang-Undang oleh Peraturan Perundang-undangan di bawahnya. Jika demikian, maka sertifikat yang tidak tunduk pada aturan di atasnya patut pula dipertanyakan keabsahannya secara yuridis.
Dengan demikian sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah yang dikeluarkan oleh Bappenas selama ini seluruhnya cacat yuridis dan tidak sah karena dikeluarkan oleh lembaga yang tidak memiliki wewenang secara yuridis untuk melakukan ujian sertifikasi maupun mengeluarkan sertifikat. Lebih jauh seluruh Indonesia saat ini tidak ada orang yang memilik sertifikasi keahlian sebagaimana amanat Kepres Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Perpres 95 Tahun 2007, dan pengadaan barang/jasa mulai 20 Maret 2006 tidak sah secara hukum (jika taat pada prosedur dan diartikan aturan sebagai sebuat tulisan yang mati). Lex dura set tamen scripta demikianlah Undang-Undang.



Hukum tawaduk
Bertolak dari uraian di atas, maka untuk pengelola angaran yang terkait pengadaan barang/jasa harus melakukan kontemplasi terhadap filosofi terhadap Kepres Nomor 80 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Perpres 95 Tahun 2007, yaitu agar pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat. Selama pengadaan memenuhi prisip dasar filosofi tersebut tidak perlu memperkeruh dengan ketakutan untuk melakukan pengadaan barang/jasa pemerintah. Dalam pembangunan bangsa ini, masyarakat menunggu proses pembangunan dalam rangka mewujudkan visi bangsa sebagaimana amanat Pembukaan Konstitusi dalam negara kesejahteraan.
Jika belum bersertifikat tetapi mampu melaksanakan pengadaan barang/jasa sesuai prosedur dan aturan hukum, siapa takut! Hukum tidak untuk menakuti, karena hukum itu tawaduk.

Gatut Wijaya, Kasub Bag Bantuan dan Penyuluhan Hukum Setda Kab. Jombang

Tidak ada komentar: